Fenomena Pernikahan Dini di Wonosobo, Faktor Pendidikan atau Motif Ekonomi?

[aioseo_breadcrumbs]

Ilustrasi - Pernikahan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Wonosobo – Perkawinan di bawah usia 19 tahun atau pernikahan dini menjadi masalah di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Kabar baiknya, pernikahan usia anak terus menurun dari tahun ke tahun.

Pemkab Wonosobo terus berupaya menurunkan angka pernikahan di bawah usia 19 tahun. Di antaranya, dengan penguatan pemenuhan hak anak bagi Hakim Pengadilan Agama dalam memutus dispensasi kawin, penguatan Puspaga, penguatan lembaga sampai tingkat desa, penguatan forum anak PIK remaja, edukasi calon pengantin melalui Kemenag demi ketahanan keluarga.

“Ini merupakan perkembangan positif yang harus kita respon bersama-sama,” kata Kepala Dinas PPKBPPPA Kabupaten Wonosobo, Dyah Retno Sulistyowati, dalam acara Pemantauan Situasi Perkawinan Anak dan Pemetaan Kebutuhan Layanan Pencegahan Perkawinan Anak, Kamis (13/1/2021).

Berdasar data, pada tahun 2018 ada 2.109 perkawinan di bawah usia 19 tahun alias pernikahan dini. Pada tahun 2019 menurun menjadi ada 2.018 perkawinan, tahun 2020 ada 968 perkawinan dan tahun 2021 kembali menurun signifikan menjadi 479 perkawinan.

“Itu penurunan yang cukup signifikan, di mana perempuan masih sangat mendominasi, seperti data tahun 2021 dari 479 perkawinan, perempuan sebanyak 435 dan laki laki sebanyak 44 orang,” ungkap Dyah, dikutip dari keterangan tertulis Humas Pemkab Wonosobo.

Menurut dia, perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istrri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Perkawinan usia anak hanya menimbulkan kebahagiaan sesaat dan justru akan berpotensi menjadi bibit kemiskinan. Mencegahnya adalah sebuah langkah menyelamatkan nasib kesejahteraan bangsa ke depan.

“Latar belakang perkawinan usia anak cukup kompleks, dapat dipengaruhi faktor pendidikan, ekonomi, budaya dan bahkan terdapat motif menambah kekayaan keluarga. Oleh karena itu Wonosobo mengedepankan strategi Kolaborasi berbagai pihak untuk mengendalikan perkawinan usia anak,” dia menjelaskan.

Kekerasan Berbasis Gender Online

Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Woro Srihastusti Sulistyaningrum dalam kesempatan itu juga menyampaikan bahwa perkembangan dan inovasi teknologi terjadi dengan sangat pesat, hingga dalam berbagai kasus, tidak seimbang dengan peningkatan kapasitas serta tingkat kewaspadaan seseorang dalam mengakses informasi di internet.

Hal ini akhirnya dimanfaatkan sejumlah oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan. Salah satunya yaitu kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang turut meningkatkan angka perkawinan anak.

Woro menuturkan angka perkawinan anak dari 2019 ke 2020 mengalami penurunan secara nasional. Namun di beberapa daerah masih terdapat peningkatan perkawinan anak. Ia menyampaikan di Jawa Tengah terdapat penurunan namun tidak signifikan yaitu dari 10,19 persen menjadi 10,05 persen.“Melalui strategi nasional (Stranas) pencegahan perkawinan anak (PPA) diharapkan akan menyatukan visi misi, menguatkan sinergi, dan monitoring serta evaluasi berkelanjutan,” ungkap Woro.

Woro mengatakan upaya PPA perlu penyesuaian dari daerah masing-masing dengan terus meningkatkan pemberian layanan.

Sementara Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan, Kementrian Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, Rohika Kurniadi Sari menyampaikan upaya pemerintah dalam pencegahan perkawinan anak melalui berbagai program seperti Puspaga, Jo Kawin Bocah, Forum Anak dan lain sebagainya.

Rohika juga menyampaikan perkawinan usia anak merupakan pelanggaran hak anak dan harus segera dihentikan. “Komitmen bersama pemerintah akan melahirkan peraturan, kebijakan, dan tindak lanjut monitoring serta evaluasi,” kata Rohika.

 

Sumber : https://jateng.liputan6.com